SEJARAH EKONOMI
INDONESIA
Kelas : 1EB19
Kelompok : 7
Disusun Oleh :
Dena Juliarista (21216800)
Fitri Widia Wati (22216896)
Hani Mardiati (23216186)
M. Rizky Ramadoni (24216201)
Tasman (27216304)
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Salawat beserta salam Allah semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
Saw, yang telah menuntun umatnya dari zaman yang penuh dengan kegelapan menuju
zaman yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.
Makalah yang berjudul “Sejarah
Ekonomi Indonesia” ini penulis susun guna menambah nilai dalam mata kuliah
Perekonomian Indonesia.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya
atas semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung selama penyusunan tugas ini hingga selesai. Secara khusus rasa terima
kasih tersebut penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Nicky Handayani, SE., MMSI, selaku dosen yang mengajar
dimata kuliah Perekonomian Indonesia.
2. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Akuntansi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Gunadarma, atas ilmu, bimbingan dan bantuannya hingga
penulis selesai menyusun tugas ini.
3. Rekan – rekan di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Gunadarma yang juga banyak membantu penulis.
Kami menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Terakhir penulis berharap, semoga tugas ini
dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan
khususnya bagi penulis juga.
Bekasi, 19 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
MATERI
1.
Sejarah Pra Kolonialisme Ekonomi di
Indonesia
Yang dimaksud dengan periode Pra-Kolonialisme adalah masa –
masa berdirinya kerajaan – kerajaan di wilayah Nusantara (sekitar abad ke - 5)
sampai sebelum masa masuknya penjajah yang secara sistematis menguasai kekuatan
ekonomi dan politik di wilayah nusantara (sekitar abad ke - 15 sampai 17). Pada
masa itu RI belum berdiri. Daerah - daerah umumnya dipimpin oleh kerajaan –
kerajaan.
Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan
Eropa serta Samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam
jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra
laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari
sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut
Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut
antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi,
demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran
Romawi).
Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut
oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja
dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat
perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai
zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari
berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu,
karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang berlabuh.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah
dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa
kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon.
Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak
berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi
surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau Impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah,
penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan. Hal itu disebabkan, kekuasaan
dan kekayaan kerajaan - kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan,
sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di
masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun
dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan
sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia.
Dengan kata lain, sistem pemerintahan masih berbentuk feudal.
Kegiatan utama perekonomian adalah:
1. Pertanian, umumnya monokultura, misalnya padi di Jawa dan
rempah–rempah di Maluku.
2. Eksplorasi hasil alam, misalnya hasil laut, hasil tambang,
dll.
3. Perdagangan besar antarpulau dan antarbangsa yang sangat
mengandalkan jalur laut.
Kerajaan-kerajaan besar yang pernah muncul dalam sejarah
Indonesia diantaranya seperti Sriwijaya (abad ke-8), Majapahit (abad ke – 13
samapi 15) maupun Banten (abad ke – 17 sampai 18) merupakan kerajaan - kerajaan
yang sangat menguasai tiga kegiatan ekonomi diatas.
2.
Sistem Monopoli VOC yang terjadi di
Indonesia
A.
Terbentuknya VOC
Keberhasilan
ekspedisi - ekspedisi Belanda dalam mengadakan perdagangan rempah-rempah
mendorong pengusaha - pengusaha Belanda yang lainnya untuk berdagang ke
Nusantara. Diantara mereka terjadi persaingan. Disamping itu mereka harus
menghadapi persaingan dengan Portugis, Spanyol dan Inggris. Akibatnya mereka
saling menderita kerugian, dan juga sering terjadinya perampokan - perampokan
oleh bajak laut. Atas prakarsa dari 2 orang tokoh Belanda yaitu Pangeran
Maurits dan Johan van Olden Barnevelt pada tahun 1602 kongsi - kongsi dagang
Belanda dipersatukan menjadi sebuah kongsi dagang besar yang diberi nama VOC
(Verenigde Oost Indesche Compagnie atau Persekutuan
Maskapai Perdagangan Hindia Timur),
pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka
kantor pertamanya di Banten yang dikepalai oleh Francois Witter.
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi
penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di
antara kerajaan - kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit.
Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai
Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama
Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk
suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah
Perang Jawa Britania - Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang
Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia - Belanda
menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan
Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru
ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke - 17 dan 18 Hindia - Belanda tidak dikuasai
secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama
Perusahaan Hindia Timur Belanda atau VOC. VOC telah diberikan hak monopoli
terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen
Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama
Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan sistem monopoli
terhadap perdagangan rempah - rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui
penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan - kepulauan
penghasil rempah-rempah dan terhadap orang-orang non - Belanda yang mencoba
berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan
Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh
atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau -
pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak - budak yang bekerja di
perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa
ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram
dan Banten.
B.
Tujuan Dibentuknya VOC
Berikut merupakan beberapa
tujuan dibentuknya VOC:
1. Menghindari persaingan tidak sehat diantara sesama pedagang
Belanda untuk keuntungan maksimal.
2. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan, baik
dengan bangsa - bangsa Eropa lainnya maupun dengan bangsa - bangsa Asia.
3. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang
menghadapi Spanyol.
C.
Hak - hak Istimewa VOC
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa VOC diberi
hak-hak istimewa atau Hak Oktroi oleh pemerintah Belanda :
1. Memonopoli perdagangan.
2. Mencetak dan mengedarkan uang.
3. Mengangkat dan memberhentikan pegawai.
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja.
5. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri.
6. Mendirikan benteng.
7. Menyatakan perang dan damai.
8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat.
9. Politik Perdagangan Dan Kebijakan Pemerintahan VOC.
Peraturan - peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan
monopoli perdagangan antara lain :
a. Verplichte Laverantie : Yaitu penyerahan wajib hasil bumi
dengan harga yang telah ditetapkan oleh
VOC dan melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC.
b. Contingenten : Yaitu kewajiban bagi rakyat untuk
membayar pajak berupa hasil bumi. Peraturan
tentang ketentuan areal dan jumlah
tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.
c. Ekstirpasi : Yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah -
rempah agar tidak terjadi over produksi yg dapat menyebabkan harga rempah -
rempah merosot.
d. Pelayaran Hongi : Yaitu pelayaran dengan perahu kora - kora
(perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan
menindak pelanggarnya.
Beberapa gubernur jendral VOC yang dianggap berhasil dalam mengembangkan
usaha dagang dan kolonisasi VOC di Nusantara antara lain :
1. Jan Pieterzoon Coen (1619 - 1629)
Dikenal
sebagai peletak dasar imperialisme Belanda di Nusantara. Ia dikenal pula dengan
rencana kolonisasinya dengan memindahkan orang - orang Belanda bersama
keluarganya ke Indonesia.
2. Antonio Van Diemen (1636 - 1645)
Ia berhasil
memperluas kekuasaan VOC ke Malaka pada tahun 1641. Ia juga mengirimkan misi
pelayaran yang dipimpin Abel Tasman ke
Australia, Tasmania, Selandia baru.
3. Joan Maetsycker (1653
- 1678)
Ia berhasil
memperluas wilayah kekuasaan VOC ke Semarang Padang dan Menado.
4. Cornelis Speeldman (1681 - 1684)
Ia
menghadapi perlawanan didaerah dan tidak berhasil mengalahkan Sultan Agung
Trunojoyo dan Sultan Ageng Tirtayasa.
D.
Sistem Birokrasi VOC
Untuk memerintah wilayah - wilayah di Nusantara VOC mengangkat
seorang gubernur jendral yang dibantu
oleh empat orang yang disebut Raad van Indie (dewan India).
Dibawah gubernur jendral diangkat beberapa gubernur yang
memimpin suatu daerah. Dibawah gubernur terdapat beberapa Residen yang dibantu
oleh Asisten Residen. Pemerintahan dibawahnya lagi diserahkan pada pemerintahan
tradisional, seperti Raja dan Bupati. VOC menerapkan sistem pemerintahan tidak
langsung (Indirect rule) dengan memanfaatkan sistem Feodalisme.
E.
Kemunduran VOC
Kemunduran dan kebangkrutan VOC terjadi sejak awal abad ke –
18, disebabkan oleh :
1. Banyak korupsi yang dilakukan oleh pegawai - pegawai VOC.
2. Anggaran pegawai terlalu besar maka mengakibatkan semakin
luasnya wilayah kekuasaan VOC.
3. Biaya perang untuk memadamkan perlawanan rakyat terlalu
besar.
4. Persaingan dengan kongsi dagang negara lain, misalnya dengan
EIC milik Inggris.
5. Hutang VOC yang sangat besar.
6. Pemberian deviden kepada pemegang saham walaupun usahanya
mengalami kemunduran
7. Berkembangnya paham Liberalisme sehingga monopoli perdagangan
yang diterapkan VOC tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
8. Kendudukan Perancis terhadap negara Belanda pada tahun 1795.
F.
VOC Dibubarkan
Pada tahun 1795 dibentuk panitia pembubaran VOC dan hak - hak
istimewa VOC dihapus. Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan dengan saldo
kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Selanjutnya semua hutang dan kekayaan VOC
diambil alih oleh Pemerintah Kerajaan Belanda.
3.
Sistem Tanam Paksa yang Terjadi di Indonesia
Beserta Tahun Terjadinya
A.
Sistem Tanam Paksa
Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel), merupakan peraturan yang
dikeluarkan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mengharuskan
setiap desa menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku dipasar
ekspor, khususnya tebu, tarum (nila) dan kopi. Hasil tanaman ini nantinya harus
dijual kepada pemerintah belanda dengan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan
Penduduk desa yang tidak punya tanah harus bekerja selama 75 hari setiap tahun
(20% dari 365 Hari) pada perkebunan milik pemerintah belanda, hal tersebut
menjadi semacam pengganti pajak bagi rakyat.
Namun pada kenyataannya peraturan Sistem Tanam Paksa (Tanam Paksa) bisa dikatakan tidak sesuai
karena pada prakteknya seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman yang
laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Kolonial. Tanah yang
digunakan untuk praktik Tanam Paksa pun masih dikenakan pajak (seharusnya bebas
pajak). Sedang Warga yang tidak mempunyai lahan pertanian harus bekerja selama
setahun penuh (seharusnya hanya 75 hari) di lahan pertanian Belanda.
Pada tahun 1830 saat pemerintah belanda hampir bangkrut
setelah terlibat Perang Diponegoro (1825-1830), kemudian Gubernur Jenderal Judo
mendapat izin untuk menjalankan Cultuur Stelsel (Sistem Tanam Paksa) dengan
tujuan utama untuk menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan dan mengisi
kas pemerintahan jajahan yang saat itu kosong.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari kebrangkrutan,
kemudian Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia
dengan tugas pokok mencari dana semaksimal mungkin untuk mengisi kas negara
yang kosong, membiayai perang serta membayar hutang. Untuk menjalankan tugas
yang berat tersebut, Gubernur Jenderal Van den Bosch memfokuskan
kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.
Awal adanya Sistem tanam paksa karena pemerintah kolonial
beranggapan bahwa desa desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah
kolonial, yang seharusnya diperhitungkan (membayar) senilai 40% dari hasil
panen utama desa. kemudian Van den Bosch menginginkan setiap desa menyisihkan
sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa
(tebu, nila dan kopi). Penduduk kemudian di wajibkan untuk menggunakan sebagian
tanah pertaniannya (minimal 20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian
hari kerja (75 hari dalam setahun) untuk bekerja bagi pemerintah.
Dengan menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial
beranggapan desa akan mampu melunasi hutang pajak tanahnya. Seandainya
pendapatan desa dari penjualan komoditas ekspor itu lebih besar dari pajak
tanah yang harus dibayar, desa akan mendapat kelebihannya. namun Jika kurang,
desa harus membayar kekurangannya.
Oleh karena itu, Van den Bosch mengerahkan rakyat jajahannya
untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya dapat laku di pasaran ekspor.
Berikut Sistem yang disusun Van den Bosch Setibanya di Indonesia (1830).
1) Sistem tanam bebas harus dirubah menjadi tanam wajib dengan
jenis tanaman yang telah ditentukan oleh pemerintah.
2) Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena
pemasukannya sedikit serta pelaksanaannya yang sulit.
3) Pajak terhadap tanah harus dibayar dengan menyerahkan
sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah kolonial.
Tanam paksa sendiri diterapkan secara perlahan mulai tahun
1830 sampai 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di
Jawa.
Bagi pemerintah kolonial (Belanda), Sistem Tanam Paksa menuai
sukses besar. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya dapat membangun
sendiri, tapi punya hasil (laba) bersih 823 juta golden untuk kas yang dikirim
ke Kerajaan Belanda.
Umumnya 30% anggaran belanja Kerajaan Belanda berasal dari
kiriman Batavia. Bahkan Pada tahun 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda
didapat dari Oost Indische (Hindia Belanda). Pada saat itu Batavia menjadi
sumber modal Kerajaan Belanda untuk membiayaai proyek-proyeknya. Misalnya,
untuk membiayai kereta api di Belanda yang saat itu serba mewah.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, akhirnya dihapus pada
tahun 1870 setelah memperoleh protes keras dari berbagai kalangan di Belanda,
meskipun pada kenyataannya Sistem Tanam Paksa untuk tanaman kopi di luar Jawa
masih berjalan hingga tahun 1915. Program tersebut (Sistem Tanam Paksa)
dijalankan dengan nama sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
B.
Dampak dan Akibat Sistem Tanam
Paksa
Dampak dan Akibat Tanam Paksa - Pelaksanaan tanam paksa
banyak menyimpang dari aturan sebenarnya dan memiliki kecenderungan untuk
melakukan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, Tanam Paksa
menimbulkan akibat yang bertolak belakang bagi Bangsa Indonesia dan Belanda,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Dampak Bagi Indonesia
a. Beban rakyat menjadi sangat berat karena harus menyerahkan
sebagian tanah dan hasil panennya, mengikuti kerja rodi serta membayar pajak.
b. Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja
rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
c. Timbulnya wabah penyakit dan terjadi banyak kelaparan di
mana-mana.
d. Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
e. Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.
f. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis
tanaman baru.
2) Dampak Bagi Belanda
a. Kas Negeri Belanda yang semula kosong menjadi dapat
terpenuhi.
b. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja (Surplus).
c. Hutang-hutang Belanda terlunasi.
d. Perdagangan berkembang pesat.
e. Amsterdam sukses dibangun menjadi kota pusat perdagangan
dunia.
C.
Akhir Sistem Tanam Paksa
Tanam paksa yang berakibat banyak hal negative bagi bangsa
Indonesia, yang pada akhirnya menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan,
baik di negeri Belanda sendiri maupun Indonesia, seperti Eduard Dowes Dekker
dan Baron Van Hoevel.
I.
Eduard Douwes Dekker
Merupakan seorang pejabat Belanda yang pernah menjabat
sebagai Asisten Residen Lebak (Banten). Douwes Dekker cinta kepada penduduk
pribumi, khususnya yang sengsara karena tanam paksa. Menggunakan nama samaran
Multatuli yang memiliki arti “aku telah banyak menderita”, ia menulis buku
berjudul Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda (1859) yang
menceritakan kesengsaraan rakyat indonesia akibat Sistem Tanam Paksa.
II.
Baron Van Hoevel
Merupakan
seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam
perjalanannya di Bali, Madura dan Jawa. Ia banyak melihat kesengsaraan rakyat
akibat adanya Cultuurstelsel. Setelah pulang ke Belanda dan terpilih menjadi
anggota parlemen, ia sering melakukan protes terhadap pelaksanaan tanam paksa,
ia gigih dalam berjuang menuntut dihapusnya tanam paksa.
Akibat adanya protes tersebut, pemerintah Belanda secara
bertahap menghapuskan Tanam Paksa. Pada tahun 1865 Kayu Manis, Teh dan Nila
dihapuskan, Pada tahun 1866 tembakau, kemudian tebu pada tahun 1884. Sedangkan
kopi merupakan tanaman yang paling akhir dihapus, yaitu pada tahun 1917 karena
kopi paling banyak memberi keuntungan.
4.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Liberal dan Tujuannya
A.
Terbentuknya Sistem Ekonomi
Kapitalisme Liberal
Pelaksanaan
politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik
Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh
kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada
tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa
kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah
hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh
campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan
dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian
pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 dan 1900 di
Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik
pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda
membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya, khususnya
di bidang perkebunan. Selama masa ini, pihak-pihak swasta Belanda maupun swasta
Eropa lainnya mendirikan berbagai perkebunan - perkebunan kopi, teh, gula, dan
kina. Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan oleh Undang-undang
Agraria (Agrarische Wet) yang dikeluarkan pada tahun 1870. Pada suatu pihak
Undang-undang Agraria membuka peluang bagi orang-orang asing, artinya
orang-orang bukan pribumi Indonesia untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
Berikut merupakan isi pokok Undang-Undang Agraria tahun 1870:
1) Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada
pengusaha swasta, serta
2) Pengusaha dapat menyewa
tanah dari gubernemen
dalam jangka waktu 75 tahun.
Dikeluarkannya UU Agraria ini mempunyai tujuan yaitu:
1) Memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing (Eropa)
untuk membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia
2) Melindungi hak atas tanah penduduk agar tidak hilang
(dijual).
UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu
terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para
pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha
untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah
penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk
memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang
- Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya adalah untuk memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari
Undang - Undang Gula yaitu:
1) Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus
secara bertahap.
2) Pada tahun 1891
semua perusahaan gula
milik pemerintah harus sudah
diambil alih oleh swasta.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak
swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan
maupun usaha pertambangan. Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul di
Indonesia :
1) Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2) Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3) Perkebunan kina di Jawa Barat.
4) Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5) Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
6) Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
B.
Tujuan Sistem Kapitalisme Liberal (Politik
Pintu Terbuka)
Sistem Kapitalisme Liberal dilaksanakan dengan beberapa
tujuan. Tujuan sistem politik ekonomi liberal di Indonesia antara lain sebagai
berikut.
1) Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industry di Eropa.
2) Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
3) Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
4) Menjadi tempat penanaman modal asing.
C.
Dampak Sistem Kapitalisme Liberal (Politik
Pintu Terbuka)
Politik Pintu Terbuka yang diharapkan dapat memperbaiki
kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi
terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin. Berikut
merupakan dampak yang ditimbulkan oleh Politik Pintu Terbuka (Kapitalisme
Liberal) bagi rakyat yaitu:
1) Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi.
2) Rakyat menderita dan miskin.
3) Rakyat mengenal sistem
upah dengan uang,
juga mengenal barang-barang
ekspor dan impor.
4) Timbul pedagang perantara.
Pedagang-pedagang tersebut pergi
ke daerah pedalaman,
mengumpulkan hasil pertanian dan menjualnya kepada grosir.
5) Industri atau usaha
pribumi mati karena
pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan
pabrik-pabrik.
Dampak politik pintu terbuka bagi Belanda sangat besar. Negeri Belanda mencapai kemakmuran
yang sangat pesat. Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin dan
menderita. Oleh karena itu, Van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan
untuk kesejahteraan rakyat. Politik ini dikenal dengan Politik Etis atau
Politik Balas Budi karena Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat
Indonesia yang dianggap telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda.
Politik etis yang diusulkan Van Deventer ada tiga hal, sehingga sering disebut
Trilogi van Deventer. Berikut ini Isi
Trilogi van Deventer antara lain:
1) Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi
untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan
kesejahteraan penduduk.
2) Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi
masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang
lebih baik.
3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk
dari daerah yang padatpenduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang
jarang penduduknya agar lebih merata.
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van
Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini
penyimpangan-penyimpangan tersebut:
1) Irigasi
Pengairan
(irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2) Edukasi
Pemerintah
Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan
tenaga administrasi yang cakap dan murah Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan
kepada anak-anak pegawai negeri dan
orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di
sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta,
dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3) Migrasi
Migrasi ke
daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah - daerah yang di kembangkan
perkebunan - perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang
besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di
Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan
kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak
yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri,
pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang
menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi,
kemudian dikembalikan kepada mandor atau pengawasnya.
Walaupun pemikiran liberalisme di Hindia-Belanda diawali
dengan harapan-harapan besar mengenai keunggulan sistem liberal dalam
meningkatkan perkembangan ekonomi koloni sehingga menguntungkan kesejahteraan
rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad 19 terlihat jelas
bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran yang lebih
baik dari sebelumnya. Meskipun produksi untuk ekspor meningkat dengan pesat
antara tahun 1870-1900, namun pada akhir abad 19 mulai nampak bahwa orang-orang
Indonesia di pulau Jawa telah mengalami kemerosotan dalam taraf hidup mereka.
5.
Sejarah Era Pendudukan Jepang Yang Pernah
Terjadi di Indonesia
A.
Masuknya Jepang Ke Indonesia
Jepang merupakan salah satu negara yang pernah menjajah
bangsa Indonesia. adapun masa kependudukan Jepang di Indonesia ada antara tahun
1942 hingga tahun 1945. Kedatangan negara Jepang ke Indonesia bermula pada
tanggal 1 Maret 1942. Pada waktu itu, negara Jepang telah sukses mendaratkan
tentara- tentaranya di pulau jawa dengan tiga titik , yaitu di Teluk Banten,
Eretan Wetan atau Jawa Barat dan Kranggan (Jawa Tengah).
Kedatangan Jepang di Indonesia tersebut berakibat pada suhu
politik yang ada pada saat itu. Bahkan pemerintahan Belanda yang pada waktu itu
masih berkuasa di Indonesia segera menyerah tanpa syarat kepada Jepang di bawah
pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Serah terima kekuasaan Belanda kepada
pemerintahan Jepang tersebut kemudian diadakan pada tanggal 8 Maret 1942 di
Kalijati.
Dengan berakhirnya serah terima tersebut, menandai
berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia dan akan dimulainya kekuasaan baru
yang dipimpin oleh pemerintahan Jepang. Ketika pertama kali Jepang berkuasa di
Indonesia, kemudian ia membentuk Indonesia menjadi tiga wilayah komando. Adapun
ketiga wilayah komando tersebut yaitu meliputi tentara ke – 16 di Pulau Jawa
dan Madura yang berpusat di wilayah Batavia , Tentara ke – 25 di Sumatera yang
berpusat di Bukit Tinggi dan yang terakhir yaitu armada selatan ke -2 terdapat
di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara , dan Papua Barat yang
berpusat di kota Makassar.
Pada saat orang Jepang datang ke Indonesia , mereka disambut
dengan sangat baik oleh masyarakat Indonesia (orang- orang Jawa). Hal tersebut
dikarenakan masyarakat pada saat itu menganggap bahwa kedatangan tentara Jepang
ke Indonesia telah sesuai dengan ramalan Joyoboyo. Oleh karena sikap rakyat
yang baik dan bersahabat tersebut telah memudahkan orang- orang Jepang dalam
mendirikan pemerintahan militernya. Sikap rakyat Indonesia kapada orang – orang
Jepang seperti tersebut disebabkan rakyat Indonesia tidak menyadari bahwasannya
mereka telah mendapatkan propaganda dari pihak Jepang.
Pihak Jepang mendapatkan simpati dari rakyat Indonesia karena
pihak Jepang telah melakukan berbagai macam upaya untuk mendapatkan hati rakyat
Indonesia (khususnya rakyat Jawa). Adapun contoh upaya- upaya yang telah
dilakukan Jepang untuk mendapatkan simpati dari rakyat Indonesia yaitu dengan
mendirikan Gerakan Tiga A (3A) dengan slogannya yaitu Jepang Cahaya Asia,
Jepang Pelindung Asia, Jepang Saudara Asia. Kemudian, Jepang pun mengangkat
orang- orang pribumi untuk menduduki di berbagai kursi pemerintahan dengan
menghapuskan prinsip turun temurun dan yang terakhir yaitu Jepang menetapkan
wilayah- wilayah Voorstenlanden sebagai daerah istimewa (Kochi).
Adapun tujuan Jepang melakukan propaganda tersebut adalah
untuk membuat masyarakat pribumi Indonesia menerima didirikannya pemerintahan
militer, untuk mengarahkan kebijakan- kebijakan pemerintah militer agar dapat
menghapuskan pengaruh- pengaruh barat di kalangan rakyat Jawa dan memobilisasi
rakyat Jawa agar Jepang mendapatkan kemenangan ketika melakukan perang Asia
Timur Raya.
B.
Keadaan Ekonomi Rakyat Saat
Pendudukan Jepang
Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat
menderita. Lemahnya ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia
Belanda ketika mengalami kekalahan dari Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak
itulah kehidupan ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi berubah dari
ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang. Langkah pertama yang dilakukan Jepang
adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat
transportasi dan komunikasi. Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh
dan dijadikan hak milik Jepang, seperti perkebunan - perkebunan, bank - bank,
pabrik - pabrik, perusahaan - perusahaan, telekomunikasi dan lainlain. Hal ini
dilakukan karena pasukan Jepang dalam melakukan serangan ke luar negaranya
tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan ekonomi pemerintah pendudukan Jepang
diprioritaskan untuk kepentingan perang. Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang
dianggap sebagai barang kenikmatan dan kurang bermanfaat bagi kepentingan
perang diganti dengan tanaman penghasil bahan makanan dana tanaman jarak untuk
pelumas.
Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo dilaksanakan
secara konsekuen dalam wilayah yang diduduki oleh angkatan perangnya. Setiap
lingkungan daerah harus melaksanakan autarki (berdiri di atas kaki sendiri),
yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17 lingkungan autarki,
Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang diperintah Angkatan
Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena dengan sistem
desentralisasi maka Jawa merupakan bagian daripada “Lingkungan Kemakmuran
Bersama Asia Timur Raya” yang mempunyai dua tugas, yakni:
a. Memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan
b. Mengusahakan produksi barang- barang untuk kepentingan
perang.
Seluruh kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang untuk
biaya perang. Bahan makanan dihimpun dari rakyat untuk persediaan prajurit
Jepang seharihari, bahkan juga untuk keperluan perang jangka panjang.
C.
Romusha
Luasnya
daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang
sebanyak-benyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu
pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan
jembatan. Tenaga untuk mengerjakan semua itu, diperoleh dari desa-desa di Jawa
yang padat melalui sistem kerja paksa yang dikenal dengan Romusha.
Romusha (buruh, pekerja) adalah panggilan bagi orang-orang
yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari
tahun 1942 hingga 1945. Romusha adalah sebuah kata Jepang yang berarti semacam
“serdadu kerja”, yang secara harfiah diartikan sebagai seorang pekerja yang
melakukan pekerjaan sebagi buruh kasar. Kebanyakan romusha adalah petani, dan
sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Mereka
dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara
seperti Birma, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Serawak. Jumlah orang-orang
yang menjadi romusha diperkirakan mencapai 4-10 juta orang.
Tenaga romusha diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat
penduduknya melalui program Kinrohosi/kerja bakti. Pada awalnya mereka
melakukannya dengan sukarela, lambat laun karena terdesak perang Pasifik maka
pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerahan (Romukyokai) yang ada di setiap
desa. Waktu itu setiap kepala keluarga diwajibkan menyerahkan seorang anak
lelakinya untuk berangkat menjadi romusha. Namun bagi golongan masyarakat kaya
seperti pedagang, pejabat, orang-orang Cina dapat menyogok pejabat pelaksana
pengerahan tenaga atau dengan membayar kawan sekampung yang miskin untuk
menggantikannya sehingga terhindar dari kewajiban untuk menjadi romusha.
Mula-mula tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan tidak
begitu jauh dari tempat tinggal penduduk, namun lama-kelamaan pengerahan tenaga
kerja berubah menjadi paksaan. Di tempat-tempat mereka bekerja, mereka
diperlakukan secara kasar. Kesehatan tidak dijamin, makanan tidak cukup, serta
pekerjaan yang sangat berat. Bahkan, untuk pakaian para romusha hanya
menggenakan celana dari karung goni untuk menutupi auratnya. Bahan karung goni
sendiri merupakan bahan yang tidak nyaman dikenakan dan menjadi sarang kutu.
Dengan keadaan yang sedemikian rupa tentu saja menjadi sarang bagi penyakit,
sehingga banyak diantara romusha yang meninggal ditempat kerjanya karena sakit,
kekurangan makan serta kecapaian ataupun kecelakaan. Berita buruk ini kemudian
tersebar dan menjadi rahasia umum, sehingga banyak orang yang takut menjadi
romusha.
Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan menutupi rahasia itu,
sejak tahun 1943 Jepang melancarkan kampanye baru, yang mengatakan bahwa
romusha adalah “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja”. Penggunaan kata
“kuli” bagi romusha dianggap menghina dan merendahkan derajat “prajurit
ekonomi” ini. Mereka digambarkan sebagai prajurit-prajurit yang menunaikan
tugas-tugas sucinya untuk angkatan perang Jepang dan sumbangan mereka terhadap
usaha perang itu mendapat pujian setinggi langit.
Pengerahan romusha tidak lain karena motivasi Jepang
memenangkan perang. Motivasi Jepang ekspansi ke selatan adalah faktor ekonomi
terutama Sumber Daya Alam. Beberapa tindakan Jepang dalam memeras sumber daya
alam dengan cara-cara berikut ini :
1. Petani wajib menyetorkan hasil panen berupa padi dan jagung
untuk keperluan konsumsi militer Jepang. Hal ini mengakibatkan rakyat menderita
kelaparan.
2. Penebangan hutan secara besar-besaran untuk keperluan
industri alat-alat perang, misalnya kayu jati untuk membuat tangkai senjata.
Pemusnahan hutan ini mengakibatkan banjir dan erosi yang sangat merugikan para
petani. Di samping itu erosi dapat mengurangi kesuburan tanah.
3. Perkebunan-perkebunan yang tidak ada kaitannya dengan
keperluan perang dimusnahkan, misalnya perkebunan tembakau di Sumatera.
Selanjutnya petani diwajibkan menanam pohon jarak karena biji jarak dijadikan
minyak pelumas mesin pesawat terbang. Akibatnya petani kehilangan lahan
pertanian dan kehilangan waktu mengerjakan sawah. Sedangkan untuk
perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan karet tidak dimusnahkan karena tanaman
ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
4. Penyerahan ternak sapi, kerbau dan lain-lain bagi pemilik
ternak. Kemudian ternak dipotong secara besar-besaran untuk keperluan konsumsi
tentara Jepang. Hal ini mengakibatkan hewan-hewan berkurang padahal diperlukan
untuk pertanian, yakni untuk membajak.
Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa Jepang tidak
memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup guna
menghadapi perang jangka panjang melawan sekutu. Sedangkan tujuan utama Jepang
pasca pendudukan adalah menyusun kembali rencana-rencana ekonomi bagi dominasi
ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara, dan menggairahkan
kembali perekonomian Indonesia guna men Dampak Romusha Bagi Bangsa Indonesia
Romusha memberikan akibat yang mendalam bagi bangsa indonesia
meskipun Jepang menjajah Indonesia hanya seumur jagung apa yang dikatakan oleh
ramalan Joyoboyo, atau lebih tepatnya 3 ½ tahun jepang menjajah indonesia yaitu
pada tahun 1942-1945 tetapi dalam waktu yang sesingkat itu memumbuhkan dampak
yang sangat mendalam bagi bangsa indonesia karena pada waktu itu sangat
menderita dengan adanya romusha rakyat indonesia hidup bagaikan tulang tanpa
daging pakaian compang-camping kelaparan dimana-mana atau rakyat indonesia
dibawah titik nadir masyarakat yang terbelakang, miskin, teringgal untuk lebih
khusus lagi akan dipaparkan dampak dari Romusha sebagai berikut:
1. Bidang Ekonomi
Keadaan
ekonomi di Indonesia mengalami kemerosotan. Penyebabnya antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Para penyuluh pertanian bukan tenaga-tenaga ahli pertanian.
b. Hewan-hewan yang berguna bagi pertanian banyak yang dipotong.
c. Kurangnya tenaga kerja petani karena banyak yang dijadikan
romusha.
d. Banyaknya penebangan hutan liar.
e. Kewajiban menyerahkan hasil bumi.
2. Bidang Sosial dan Budaya
Kepala–kepala
desa dan camat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan itu sering menunjukkan
untuk menjadi romusha dipilih orang–orang yang tidak mereka sukai atau dipilih
orang yang ditakuti oleh masyarakat desa setempat. Berjuta- juta rakyat
menderita kelaparan dan serba kekurangan. Dijalankannya program kerja tanam
paksa romusha lebih menambah hancurnya perasaan ketentraman masyarakat jawa.
Pengaruh buruk dari sistem romusha itu masih ditambah lagi oleh pelaksanaan
setempat yang memungkinkan dapat dibelinya pengecualian atau kewajiban menjadi
romusha. Tentu saja hal itu dapat dilakukan oleh golongan masyarakat kaya.
3. Dampak bagi pekerja
Para tenaga
kerja yang disebut romusha kebanyakan meninggal karena kekurangan makan,
kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit. Selain itu juga karena kerasnya
pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan.
Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan.
Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat bekerja maka
akan mati. Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang
diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.dukung perang.
6.
Mewujudkan Cita – Cita Ekonomi Merdeka
Pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda dan Jepang, rakyat Indonesia
sangat tersiksa terutama dalam hal ekonomi. Dalam aspek fisik yang nyata
terlihat kemiskinan endemis yang makin meluas, kesehatan yang merosot serta
angka kematian yang tinggi. Dalam aspek non fisik terlihat kemiskinan
mentalitas akibat rongrongan dan ketakutan yang tidak proporsional. Kegelisahan
komunal dan ketidaktentraman kultural yang makin meningkat frekuensinya. Dapat
dikatakan bahwa keadaan petani dan masyarakat pedesaan di Jawa berada dalam
tingkat yang sangat buruk. Bagi masyarakat pedesaan Jawa yang penting adalah
bagaimana mereka dapat sekedar bertahan hidup, dalam situsi yang makin memburuk
dan suasana yang makin tak menentu kapan akan berakhir.
Hingga akhirnya para pemuda Indonesia ingin ekonomi Indonesia
merdeka yaitu ekonomi yang berkedaulatan tanpa ada tekanan dari pihak manapun
atau mewujudkan perekonomian tanpa pinjaman dari pihak manapun, dikelola secara
mandiri dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Untuk mewujudkannya, rakyat Indonesia berfikir untuk
memerdekakan negara Indonesia terlebih dahulu. Untuk memerdekakan Indonesia,
para rakyat berjuang untuk mengusir penjajah. Pada tanggal 7 september 1944
Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia dikemudian hari, apabila Indonesia
membantu Jepang memenangkan perang.
Sebagai tindak lanjut janji tersebut, pada tanggal 1 Maret
1945 Jendral Kumakichi Harada membentuk BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai).
Seiring berjalannya BPUPKI pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hirosima dibom atom
oleh sekutu. Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh pemerintah
Jepang karena dianggap terlalu cepat mewujudkan kehendak Indonesia merdeka dan
menolak adanya keterlibatan dari pemerintah Jepang dalam persiapan kemerdekaan
Indonesia.
Kemudian dibentuklah PPKI (Panitia persiapan kemerdekana
Indonesia). PPKI yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Pada 2 Agustus 1945 Ir.
Soekarno beserta Moh. Hatta dan Dr. Rajiman Widyadiningrat berangkat ke dalat,
vietnam bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kemerdekaan Indonesia.
Amerika Serikat kemudian membom atom kedua kota yang ada di
Jepang, yakni Hirosmia dan Nagasaki pada tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945.
Pemilihan kedua kota itu dikarenakan kedua kota tersebut merupakan pusat industri
di Jepang. Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu
dan berakhirnya juga masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Bangsa Indonesia memanfaatkan kondisi yang demikian itu
dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sebelum Sekutu datang, yakni pada
tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno di damping oleh Hatta membacakan proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian maka berakhirlah kekuasaan Jepang di
Indonesia, dan Indonesia muncul menjadi satu negara yang merdeka.
Dengan dikumandangkannya Teks Proklamasi, bukan berarti
perjuangan bangsa Indonesia telah selesai. Proklamasi justru harus dipandang
sebagai titik awal perjuangan untuk mengisi kemerdekaan guna mewujudkan
cita-cita dan tujuan bangsa.
Pada masa awal kemerdekaan, bangsa Indonesia berupaya
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan menata berbagai bidang kehidupan,
antara lain bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Usaha-usaha tersebut
terus berjalan seiring dengan proses perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
7.
Perekonomian di Indonesia Setiap Periode
Pemerintahaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.
A.
Permerintahan Orde Lama
Pada tahun tahun pertama setelah kemerdekaan, keadaan ekonomi
di indonesia sangat buruk ekonomi nasional boleh di katakan mengalami
stagflasi. Defisit saldo neraca pembayaran dan defisit keungan pemerintah
sangat besar, kegiatan produksi di sektor pertanian dan sektor industri
manufaktur praktis terhenti tingkat inflasi sangat tinggi, hingga mencapai
lebih dari 500%. Semua ini di sebabkan oleh berbagai macam faktor, di antaranya
adalah pendudukan jepang, perang dunia ke II, perang revolusi dan manajemen ekonomi
makro yang buruk selama periode 1950-an struktur ekonomi Indonesia masih
peninggalan zaman kolonialisasi.
Sektor formal/modern, seperti pertimbangan, distribusi,
tranportasi, bank, dan pertanian komersial, yang memiliki konstribusi lebih
besar daripada sektor informal/tradisional terhadap output nasional atau produk
domestic bruto (PDB) di dominsai oleh perusahaan-perusahaan asing yang
kebanyakan berorientasi ekspor.
Pada umumnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih di kuasai
oleh pengusaha asing yang relatif lebih padat kapital disbandingkan kegiatan
kegiatan ekonomi yang di didominasi oleh pengusaha pribumi dan berlokasi di
kota kota besar., seperti Jakarta-Surabaya keadaan ekonomi Indonesia terutama
setelah di lakukan nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di tanah air,
termasuk perusahaan-perusahaan milik belanda, menjadi lebih buruk dibandingkan
dengan keadaan ekonomi pada masa penjajahan belanda, ditambah lagi dengan
peningkatan laju inflasi yang tinggi pada dekate 1950-an. Pada masa pemerintahan
belanda, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan
tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Selain kondisi politik di dalam negeri yang tidak mendukung,
buruknya perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan orde lama juga
disebabkan oleh keterbatasan akan faktor faktor produksi, seperti orang orang
dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga
kerja dengan pendidikan/ketrampilan yang tinggi, dana untuk membangun
infraskstruktur yang sangat di butuhkan oleh industri, teknologi dan kemampuan
pemerintah untuk sendiri untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang
baik.sejak kaninet pertama dibentuk setelah merdeka, pemenrintah Indonesia
memberikan priotritas stabilitasi, pertumbuhan ekonomi, pemangunan industri,
unifikasi dan rekontruksi, akan tetapi akibat keterbatasan faktor di atas dan
masalah politik nasional pada masa itu akhirnya rekonstruksi ekonomi setelah
perang revolusi tidak pernah terlaksana.
Pada akhir bulan September 1965, ketidakstabilan politik di
Indonesia mecapai puncaknya karena terjadinya kudeta yang gagal dari partai
komunis Indonesia (PKI) sejak peristiwa tersebut terjai perubahan politik yang
drastis di dalam negeri , yang selanjutnya juga mengubah sistem ekonomi yang di
anut Indonesia pada masa orde lama, yakni dari pemikiran-pemikiran sosialis ke
semikapitalis ( sistem yang tidak kapitalis sepenuhnya). sebenrnya sistem
perekonomian indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem yang di landasi oleh
prinsip prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan ideologi pancasila. Akan
tetapi dalam praktek sehari-hari pola perekonomian nasional cenderung memihak
sistem kapitalis, seperti di Negara Negara industri maju yang Karen pelaksaan
nya kurang baik mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di tanah air.
B.
Pemerintahan Orde Baru
Sejak bulan Maret 1966 indonesia memasuki pemerintahan orde
baru. Berbeda dengan pemerintahan orde lama, dalam era orde baru ini perhatian
pemerintah lebih di tunjukan pada peningkatan kesajahteraan masyarakat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintah orde baru menjalin
kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi
komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota perserikatan bangsa bangsa
(PBB) dan lembaga lembaga dunia lainnya, seperti bank dunia dan dana moneter
internasional (IMP).
Sebelum rencana pembangunan lewat repelita dimulai,
pemerintah terlebih dahulu melakukan pemulihan stabilitas ekonomi,sosial, dan
politik serta rehabilitasi ekonomi. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama
adalah menekan kembali tingkat inflasi, menurangi deficit keungan pemerintah,
dan menghidupkan kembali kegiatan produksi termasuk kegiatan ekspor. Usaha
pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan lima
tahun secara bertahap dengan target target yang jelas . menjelang akhir tahun
1960-an, atas kerja sama dengan bank dunia, IMF dan ADB (bank poembangunan
asia) di bentuk suatu kelompok yang di sebut inter goverement on Indonesia
(IGGI) yang teridiri atas sejumlah Negara maju, dengan tujuan membiayai
pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam waktu relatif pendek setelah melakukan
perubahan sistem sistem politiknya sevara darstis dari yang pro menjadi anti
komunis Indonesia mendapat bantuan dana dari pihak barat.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia
pada masa orde baru adalah meningkatkan kesajahteraan masyarakat melalui suatu
proses industrialisasi dalam skala besar,yang pada saat itu di anggapsebagai
satu-satunya cara paling efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi,
seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran. Pada awalnya pemerintah
memusatkan pembangunan hanya di sektor sektor tertentu yang secara potensial
dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjang dan
hanya di pulau jawa karena pada saat itu fasilitas-fasilitas infrastruktur dan
sumber daya manusia relatif lebih baik di bandingkan di provinsi-provinsi
lainya di luar pulau jawa.
Pada bulan april 1969 repelita I dimulai dengan penakan utama
pada pembangunan sektor pertanian dan industri-industri yang terkait, seperti
agroindustry. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada repelita I
terpusat pada pembangunan pembangunan industri-industri yang dapat mengahsilkan
devisa lewat ekspor dan subtititusi impor, industri-industri yang memproses
bhan bahan baku yang tersedia di dalam negeri, industri-industri yang padat
karya, industri-industri yang mendukung pembangunan regional., dan juga
industri-industri dasar, seperti pupuk, semen, kimia dasar, pulp, kertas dan
tekstil.
Dampak repelita I dan repelita-repelita berikutnya terhadap
perekonomian Indonesia cukup mengagumkan, terutama dilihat pada tingkatan
makro. Proses pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju pertumbuhan rata
rata pertahun yang cukup tinggi jauh lebih baik dari pada selama orde lama.laju
pertumbuhan PDB Indonesia selama periode 1960-1966 yang hanya tumbuh rata rata
pertahun 1.90% dibandingkan selama periode 1966-1978 yang rata rata di atas 6%.
Secara sektoral, dapat di lihat bahwa laju meningkat dratis di bandingkan
sebelumnya.
Perubahan ekonomi struktural juga sangat nyata selama masa
orde baru bila di lihat dari perubahan pangsa PDB, terutama dari sektor
pertanian dan sektor industri . kontribusi sektor pertanian terhadap
pembentukan output nasional menurun sekitar hamper 54% pada tahun 1960 menjadi
sekitar 26% pada tahun 1983. Berdasarkan harga konstan, tren perkembangannya
juga sama, yakni menurun selama periode tersebut. Sedangkan persantase PDB yang
berasal dari sektor manufaktur mengingkat setiap tahun dari sekitar 8% menjadi
12%.
Meningkatnya kontribusi output dari sektor industri
manufaktur terhadap pembentukan/ pertumbuhan PDB selama periode orde baru
mencerminkan suatu proses industrilisasi atau transformasi ekonomi di Indonesia
dari Negara agraris menjadi Negara semiindustri. Pembangunan ekonomi yang
terjadi selama periode orde baru juga berdampak postif terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat per kapita di Indonesia.
Proses pembangunan dan perubahan ekonomi semakin cepat
setelah sejak paro pertama dekade 1980-an pemerintah mengeluarkan berbagai
paket deregulasi yang di awali di sektor moneter/ perbankan dan di sektor rill
dengan tujuan utama meningkatkan ekspor nonmigas Indonesia dan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Dengan adanya deregulasi-deregulasi
tersebut, sistem perekonomian Indonesia secara bertahap mengalami pergeseran
dari yang tersentralisasi ( pada periode
1970-an) menuju desentralisasi dan peranan sektor swasta semakin besar. Akan
tetapi pada tingkat meso dan mikro pembangunan selama ini boleh di katakan
tidak terlalu berhasil, bahkan dalam banyak aspek semakin buruk. Jumlah
kemiskinan, semakin besar bahkan, menjelang awal dekade 1990-an kesenjangan
cenderung meningkat sebagai reaksi pemerintah terhadap kenyataan di atas,
khususnya pada repelita VI, orientasi kebijakan-kebijakannya mengalami
perubahan dari penekanan yang hanya pertumbuhan ke pertumbuhan dengan
pemerataan. Untuk mengurangi tingkat kesenjangan dan kemiskinan, pemerintah
menjalankan berbagai macam program, terutrama di daerah pedesaan, seperti
profram inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera dan program
pembinaan usaha usaha kecil.
Kebijakan kebijakan eknomi selama orde baru memang telah
menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi yang pesat laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental
ekonomi yang rapuh. Hal terakhir ini dapat dilihat antara lain pada buruknya
kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besar ketergantungan Indonesia
terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan impor. Ini semua akhirnya membuat
Indonesia di landa suatu krisi ekonomi yang besar yang di awali oleh krisis
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pertengan tahun 1997.
C.
Pemerintahan Era Reformasi
1)
Masa Kepemimpinan B.J
Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya
kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses
pemulihan ekonomi.
Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap
media massa dan kebebasan berekspresi. Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong
nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000.
Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya
ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS
nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya.
Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank
Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian Untuk menyelesaikan krisis moneter dan
perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui
pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset
Negara.
b. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
c. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah
Rp. 10.000,00.
d. Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang
luar negeri.
e. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
f. Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat.
g. Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2)
Masa Kepemimpinan K.H
Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada tahun 1999 kondisi perekonomian indoensia mulai
menunjukan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak
jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh
lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hamper mecapai 5%. Selain pertumbuhan
PDB. Laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan
bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah muali stabil.
Tetapi hubungan pemerintah Indonesia dengan IMF tidak begitu
baik, terutama karena amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia,
penerapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam
uang dari luar negeri dan revisi APBN 2001 yang terus terunda pelaksanaannya.
Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda pecairan bantuannya
kepada pemerintah indonesai, padahal roda perekonomian nasional saat itu sangat
tergantung pada bantuan IMF. Selain itu Indonesia terancam di nyatakan bangkrut
oleh paris club (Negara Negara donor) karena defisit keungan yang terus
membengkak , tidak mungkin mampu membyar kembali utangnya yang sebagian besar
akan jatuh tempo tahun 2002 mendatang. Bahkan dunia juga sempat mengancam akan
menghentikan baru jika kesepakatan IMF dengan pemerintah Indonesia macet.
Memburuknya hubungan antara pemerintah dan IMF membuat pelaku
pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan
bisnis atau menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, kondisi perekonomian
nasional pada masa pemerintahan reformasi cukup buruk. Bahkan, lembaga
pemeringkat internasional Moody’s investors service mengkonfirmasi bertambah
buruknya country risk Indonesia.meskipun beberapa indikator makro mengalami
perbaikan, namun karena kekhawatiran kondisi politik dan sosial, lembaga rating
seperti standar & poors menurunkan prospek jangka panjang Indonesia dari
stabil ke negatif.
Jika kondisi seperti ini terus berlangsung, tidak mustahil
tahun 2002 ekonomi Indonesia akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari
tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif. Pemerintah tidak menunjukkan
keinginan yang sungguh-sungguh (political will) untuk menyelesaikan krisis
ekonomi hingga tuntas dengan prinsip once and for all. Pemerintah cenderung
menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan menganggap persoalannya hanya
terbatas pada agenda masalah amandemen UU Bank Indonesia, desentralisasi
fiskal, restrukturisasi utang, dan
divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang
controversial dan inkonsistens, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah
untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak
atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya sense of crisis
terhadap kondisi riil perekonomian negara saat ini.
Fenomena makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh
beberapa indikator ekonomi. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret 2001 menunjukkan growth trend yang
negatif. Dalam perkataan lain, selama
periode tersebut IHSG merosot hingga lebih dari 300 poin yang disebabkan oleh
lebih besarnya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan
saham di dalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak percayanya pelaku
bisnis dan masyarakat terhadap prospek perekonomian Indonesia, paling tidak
untuk periode jangka pendek.
Indikator kedua yang menggambarkan rendahnya kepercayaan
pelaku bisnis dan masyarakat terhadap pemerintah reformasi adalah pergerakan
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pada awal tahun 2000 kurs rupiah sekitar Rp7.000,- per dolar AS dan pada
tanggal 9 Maret 2001 tercatat sebagai hari bersejarah sebagai awal kejatuhan
rupiah, menembus level Rp10.000,- per dolar AS. Untuk menahan penurunan lebih
lanjut, Bank Indonesia secara agresif terus melakukan intervensi pasar dengan
melepas puluhan juta dolar AS per hari melalui bank-bank pemerintah. Namun,
pada tanggal 12 Maret 2001, ketika Istana Presiden dikepung para demonstran
yang menuntut Presiden Gus Dur mundur, nilai tukar rupiah semakin merosot.
Pada bulan April 2001 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
sempat menyentuh Rp12.000,- per dolar AS. Inilah rekor kurs rupiah terendah
sejak Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.
Lemah dan tidak stabilnya nilai tukar rupiah tersebut sangat
berdampak negatif terhadap roda perekonomian nasional yang bisa menghambat
usaha pemulihan, bahkan bisa membawa Indonesia ke krisis kedua yang dampaknya
terhadap ekonomi, sosial, dan politik akan jauh lebih besar daripada krisis
pertama. Dampak negatif ini terutama karena dua hal. Pertama, perekonomian
Indonesia masih sangat tergantung pada impor, baik untuk barang-barang modal
dan pembantu, komponen dan bahan baku, maupun barang-barang konsumsi.
kedua,utang luar negeri (ULN) Indonesia dalam nilai dolar AS, baik dari sektor
swasta maupun pemerintah, sangat besar.
Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang
diprediksi dapat menembus dua digit dan cadangan devisa yang pada minggu
terakhir Maret 2000 menurun dari 29 milyar dolar AS menjadi 28,875 dolar AS.
3)
Masa Kepemimpinan Megawati
Soekarno Putri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami
masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan
penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan
ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar
pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri
sebesar Rp 116.3 triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual
perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan
negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara.
Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang
diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan
korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali
untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti
nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa
pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam
bidang-bidang lain.
4)
Masa Kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2014)
a.
Pemerintahan Indonesia Bersatu
Jilid I
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan
kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan
harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan
kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan
berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan
perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi
seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka
diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negeri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena
pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih
suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental,
sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
Selama masa pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia memang
berada pada masa keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian adalah
inflasi. Sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single digit.
Dari 17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009. Tagline strategi
pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor, pro-job, dan pro growth (dan
kemudian ditambahkan dengan pro environment) benar-benar diwujudkan dengan
turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta pada tahun 2005, menjadi 31,02 juta
orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta orang telah lepas dari jerat
kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu hanya imbas dari strategi SBY
yang pro growth yang mendorong pertumbuhan PDB.
Imbas dari pertumbuhan PDB yang berkelanjutan adalah
peningkatan konsumsi masyarakat yang memberikan efek pada peningkatan kapasitas
produksi di sector riil yang tentu saja banyak membuka lapangan kerja baru. Memasuki
tahun ke dua masa jabatannya, SBY hadir dengan terobosan pembangunannya berupa
master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3 EI).
Melalui langkah MP3EI, percepatan pembangunan ekonomi akan dapat menempatkan
Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita
antara UsS 14.250-USS 15.500, dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar
antara USS 4,0-4,5 triliun.
b.
Pemerintahan Indonesia
Bersatu Jilid II
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia
menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
negara yaitu :
1. BI rate
2. Nilai tukar
3. Operasi moneter
4. Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan
makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan
pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh
pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Hampir tujuh tahun sudah ekonomi Indonesia di tangan
kepemimpinan Presiden SBY dan selama itu pula perekonomian Indonesia boleh
dibilang tengah berada pada masa keemasannya. Beberapa pengamat ekonomi bahkan
berpendapat kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas disejajarkan dengan 4
raksasa kekuatan baru perekonomian dunia yang terkenal dengan nama BIRC (Brazil,
Rusia, India, dan China).
Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin
membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara
superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru
mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009.
Gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon dunia
internasional dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pilihan
tempat berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah dengan berhasil
menembus angka 3.800. Bahkan banyak pengamat yang meramalkan sampai akhir tahun
ini IHSG akan mampu menembus level 4000.
8.
Contoh
Kasus Sejarah Ekonomi Indonesia Beserta Analisisnya
A.
Contoh Kasus
Indonesian president
Jokowi: A reform-minded leader
by Qingzhen Chen ,
January 22, 2017
Joko Widodo, known as Jokowi, won the presidential election
of Indonesia in 2014 by vowing to boost growth, attract investments and improve
infrastructure, making him the first president outside of the political and
military elite.
Having worked as a carpenter and later as a furniture
exporter before he was elected as the mayor of Jakarta, Jokowi is portrayed as
a reform-minded and liberal president. Since assuming the top post in late
2014, he has carried out numerous reforms to fuel growth, albeit with different
degrees of success. Nonetheless, he has improved the country’s fiscal
credibility, improved public infrastructure, and created a market-friendly
investment environment.
Fuel subsidy cuts and
tax amnesty programs boost Indonesia’s fiscal credibility
Indonesia has a long record of budget and current account
deficits, and Jokowi’s efforts in cutting fuel subsidies and his tax amnesty
program have helped to improve the government’s fiscal space, regarded as his
greatest achievement in the first two years of his presidency.
During the first three months of his presidency, Jokowi ended
the decades-long subsidies that created a huge burden on government spending.
The World Bank along with other international institutions had advised
Indonesia to abandon its energy subsidies. With the help of low commodity
prices, Jokowi’s administration pushed through with the reform. The cuts freed
up 19.8 percent of the 2015 state budget, with a total of $20 billion to fund
public spending for infrastructure and education.
To deal with tax evasion and fund government spending,
Jokowi’s administration also launched a tax amnesty program in July 2016, which
will run until March 2017. The first two phases of the program saw the
government collecting an extra 107 trillion rupiah ($8 billion) worth of tax
revenue, almost 10 percent of the total tax revenue in 2016.
Economic reforms
improve ease of doing business in Indonesia
Indonesia is ranked among the worst countries to do business
with according to the World Bank’s ranking, and Jokowi has made improving the
index one of his top priorities. Between
September 2015 and August 2016, with
over 200 business regulations, his government has introduced thirteen economic
policy packages, which include reducing processing time for establishing a
business, issuing permits, cutting administration costs, measures to support
small and medium businesses, and fiscal incentives to attract investments. A
series of reforms have generated waves of optimism that Indonesia is eager to
integrate with the global economy.
Foreign investors responded favorably to the economic reforms and saw an
increase in foreign investment in 2015 by 19.2 percent.
So far, the reforms have helped the country to improve its
ease of doing business index from 106th to 91th place in 2017. But this is
still very far behind Jokowi’s goal to move Indonesia’s position to 40th by the
end of his first term.
Another significant part of Jokowi’s economic reform is the
change of foreign ownership, which has helped to create more opportunities for
foreign investment. With the support of
Jokowi, the revised foreign ownership rules, known as the negative investment
list (DNI), which outline the industries and to what extent foreign investment
is allowed, have reduced the restricted sectors and raised the foreign
ownership limit for industries such as travel, pharmaceutical, and creative.
While the liberalisation remains restrictive, it nonetheless demonstrates the
government’s commitment to further liberalise the economy and foreign
access.
Public infrastructure
took momentum under Jokowi’s presidency after a slow start
Improvement in
infrastructure has been an icon of Jokowi’s administration. Suffering from a
minority parliament that was dominated by opposition parties, Jokowi’s
administration was slow in the execution of public spending for infrastructure
projects. However, over the last 12 months, Jokowi has consolidated his
political power and spending has finally picked up momentum. Last year, several
big projects came underway, including a third terminal opening at Jakarta’s
Soekarno–Hatta International Airport, the construction of a metro network
system in the capital, and a high-speed railway connecting the capital to the
country’s West Java province.
Infrastructure projects
continue to face structural challenges such as land acquisition and weak
cooperation between central and regional governments, especially land acquisition issues that have
at times raised concern for human rights. But Jokowi has showed determination
to push for infrastructure development and has appeared at the groundbreaking
of several big projects despite land acquisition processes still being
underway. While this may be seen as controversial, it ultimately boosts
investor confidence.
Political consolidation
frees up Jokowi’s efforts for more policy focus
Improving fiscal credibility and speeding up infrastructure
spending were the key achievements of Jokowi’s first two years, but these could
not have been achieved without the success of his political manoeuvring through
the complexity of the Indonesian political system.
Jokowi began his presidency with a parliament dominated by
opposition parties, but within the last 12 months, he has gained support of
other political parties, including the opposition party, Golkar, which is also
the second largest political party in Indonesia. With the help of Golkar,
Jokowi has nearly 70 percent of the parliament behind him, making the
legislative process easier.
With a majority parliament, he was able to pass through the
controversial tax amnesty bill and reshuffle his cabinet in July 2016, a second
time within a year. His appointment of Sri Mylyani Indrawati, a World Bank
managing director, as a finance minister is widely welcomed by investors as a
sign of the government’s commitment to fiscal discipline.
Despite coming from the outside of the political circle,
Jokowi has exhibited great political navigation skills. He is now in a much
stronger position to carry out his reforms and it is looking increasingly
likely that he will be re-elected in 2019 for a second term.
Looking ahead, logistics and infrastructure deficiencies will
continue to prevent Indonesia from reaching its growth potential. Internal
power struggles, especially within the ruling party, the Indonesian Democratic
Party of Struggle (PDI-P), and chairwoman and former president, Megawati
Sukarnoputri pose the greatest challenges to Jokowi’s political position.
External factors such as the competition between China and the US and the
uncertainty of the global economy will weigh on Indonesia’s economic
development.
But investors have reasons to be hopeful for Indonesia.
Unlike many southeast Asian political leaders, who are either suffering from
international criticisms, tangled in corruption scandals, or constrained by
entrenched power struggles, Jokowi has the political power, and his
reform-minded and pro-business attitude is a sign of optimism in the Indonesian
market. Jokowi has set a target of 7 percent GDP growth by 2019. While this is
a rather ambitious target with the World Bank predicting Indonesia to grow 5.3
percent in 2017, if Jokowi manages to secure a second term, it is very likely
he will be able to achieve it after 2019.
B.
Analisis Kasus
Upaya pemerintah Untuk mengurangi defisit anggaran pemerintah
dengan mencabut subsidi bahan bakar adalah langkah tepat karena subsidi energi
cukup membebani Pengeluaran pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Dan juga
pengguna subsidi bahan bakar sangat tidak tepat sasaran. Banyak warga menengah
atas menikmati bahan bakar bersubsidi ini yang seharusnya di nimtai oleh
kalangan menengah kebawah. Jadi keputusan mencabut subsidi cukup tepat. Dengan
tidak lagi memberi subsidi bada bahan bakar energi pemerintah dapat membebaskan
19.8 persen dari APBN 2015 dengan nilai mencapai $20 miliar dan dengan
penghematan biaya ini cukup untuk membiayai infrastruktur dan pendidikan
publik.
Dan untuk menghindari penggelapan pajak dan penyelewengan
pajak pemerintah mengeluarkan kebijakan amnesti pajak. Kebiajakan yang tepat
karena banyak perusahan perusahaan yang menunggak pajak mengunakan kesempatan
ini untuk membayar pajak tanpa denda dan program amnesti pajak dalam dua fase
pemerintah berhasil mengumpulkan tambahan anggaran $8 miliar dollar dari
penerimaan pajak. Jumlah yang cukup banyak dan hampir 10 persen dari total
pendapatan pajak.
Kebijakan Pemerintah untuk menarik investor di nilai sudah
cukup bagus dengan cara memperkenalkan tiga belas paket kebijakan ekonomi akan
sangat memudahkan investor untuk menaruh investasi di Indonesia. Investor tidak
memakan waktu dan biaya yang tidak terlalu banyak. Tetapi pemerintah juga harus
memikirkan sumber daya alam yang di kelola oleh perusahaan penanam investasi
karena dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jangka panjang dan terkadang
pembagian hasil nya tidak sebanding dengan kerusakan alam yang di sebabkan oleh
perusahaan. Pemerintah juga harus memastikan agar perusahaan asing tidak
terlalu menguasi pasar local karena dapat di khawatirkan produk dalam negri
tidak dapat bersaing dengan produk asing sehingga kehilangan pasar lokal.
Perbaikan infrasturkur menjadi salah satu ikon pemerintahan
jokowi. Medorong pembanguan infraskruktur dapat meningkatkan kepercayaan para
investor untuk menanam investasi di Indonesia
KESIMPULAN
Sejak dimulainya jaman pra-kolonialisme hingga masuknya
penjajah ke Indonesia, Indonesia telah memiliki ekonomi dan politik yang cukup
kuat karena lokasi Indonesia yang strategis yaitu diantara benua Asia dan Eropa
serta Samudra Pasifik dan Hindia sehingga membuatnya menjadi jalur pelayaran
niaga antar benua.
Ketika penjajah masuk ke Indonesia, Belanda mendirikan kongsi
dagang besar yaitu VOC. Pendirian VOC dilatarbelakangi oleh persaingan dagang
dengan Portugis, Spanyol dan Inggris. Setelah VOC berdiri, secara perlahan
Belanda menjadi penguasa wilayah Indonesua selama 350 tahun dengan menguasai
perdagangan rempah – rempah di Indonesia.
Pada tahun 1830, Belanda hampir bangkrut karena terlibat
perang diponegoro hingga akhirnya Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch
menetapkan Sistem Tanam Paksa untuk memenuhi kas negara yang ksosong. Sistem
Tanam Paksa sangat menguntungkan Belanda dan membuat rakyar Indonesia
menderita. Sistem Tanam Paksa dihapuskan pada tahun 1870 karena memperoleh
protes keras dari berbagai kalangan Belanda. Tetapi Sistem Tanam Paksa diluar
Jawa untuk tanaman kopi masih berjalan hingga 1915. Program tersebut dijalankan
dengan nama sitem sewa tanah.
Setelah sistem tanam paksa berakhir, kemudian muncul sistem
ekonomi kapitalisme liberal yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk
melaksanakan kegiatan perekonomian.
Pada saat perang dunia II, Jepang berhasil menguasai
pertempuran di Asia Timur Raya kekuasaan politik hingga akhirnya Jepang
berhasil menguasai Indonesia. Belanda yang menguasai Indonesia, kemudian
menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Saat Jepang menjajah Indonesia, jepang
menerapkan sistem Romusha yang membuat rakyat Indonesia semakin menderita.
Kemudian para pemuda Indonesia ingin melepaskan penderitaan
rakyat Indonesia dengan mewujdukan cita – cita ekonomi merdeka yaitu dengan
membuat Indonesia merdeka terlebih dahulu.
Hingga akhirnya mereka mendirikan BPUPKI yang kemudian
dibubarkan dan membentuk PPKI dan berhasil memerdekakan Indonesia pada 17
Agusutus 1945.
Pada tahun pertama setelah kemerdekaan (orde lama), keadaan
ekonomi di Indonesia sangat buruk bahkan ekonomi nasional dapat dikatakan
mengalami stagflasi karena tingkat inflasi yang tinggi dan PDB di dominasi oleh
perusahaan – perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi ekspor serta masih
banyak lagi. Pada akhir September 1965 ketidakstabila Politik & EKonomi di
Indonesia mencapai puncaknya karena kudeta yang gagal dari PKI.
Pada masa Orde Baru perekonomian Indonesia mulai membaik.
Kebijakan –kebijakan ekonomi selama masa orde baru telah menghasilkan suatu
proses transformasi ekonomi yang pesat dengan laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tetapi dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental ekonomi yang
tinggi sehingga membuat Indonesia mengalami krisis ekonomi.
Pada Era Reformasi perekonomian Indonesia mencapai puncak
keemasannya pada masa pemerintahan SBY. SBY mampu menekan tingkat inflasi di
Indonesia menjadi rendah dan dapat membuat Indonesia direspon dunia
internasional dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pilihan
tempat berinvestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Apridar. 2009. Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Budi, Untung. 2012. Hukum dan Etika Bisnis. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Tulus T.H. Tambunan. 2001. Perekonomian Indonesia Teori dan
Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional.
2014. BUKU I Agenda Pembangunan Nasional.
Jakarta: Badan Perencanaan Pembanguan Nasional
Isnaeni, Hendri dan Apid. 2008. Romusa Sejarah yang terlupakan.
Yogyakarta: Ombak
Sumarmo, AJ. 1991. Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Semarang:
IKIP Semarang Press
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga
Poesponegoro, Marwati Djoned. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka
Ramadhan, Syamsudin. 2006. Liberalisme.
Suwanto, dkk. 1997. Sejarah Nasional dan
Umum. Semarang: Aneka Ilmu
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:bWNmwAXoUOsJ:rowland_pasariu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/35471/sistem-perekonomianindonesia.pdf+&cd=7&hl=en&ct=clnk&gl=id Diakses hari Sabtu, 11
Maret 2017 pada pukul 11:47.
http://www.sejarah-negara.com/2013/09/monopoli-perdagangan-voc-di-indonesia.html Diakses hari Sabtu, 11
Maret 2017 pada pukul 11:50.
http://www.academia.edu/10066141/Bubarnya_VOC_dan_praktik_Monopoli_di_Nusantara Diakses hari Sabtu, 11
Maret 2017 pada pukul 11.51.
http://www.markijar.com/2015/10/sistem-tanam-paksa-lengkap-penjelasan.html Diakses hari Senin, 13 maret 2017 pada
pukul 21:42
http://www.sejarawan.com/170-latar-belakang-masuknya-jepang-ke-indonesia.html Diakses pada Senin, 13
Maret 2017 pukul 22.13
http://www.sarisejarah.com/2016/01/ringkasan-materi-sejarah-indonesia-masa.html Diakses hari Rabu, 15
Maret 2017 pada pukul 13.00.
www.sejarah-negara.com/2014/04/masa-pemerintahan-presiden-bj-habibie.html Diakses pada
Kamis, 16 Maret pada pukul 00.50
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/sejarah-ekonomi-indonesia-orde-lama-era-reformasi-2/ Diakses
hari Kamis, 16 maret pada pukul 00:57
http://globalriskinsights.com/2017/01/president-jokowi-reform-minded-leader/ Diakses pada Kamis, 23 Maret 2017
pukul 19.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar